Jumat, 29 November 2013

Waktu galau

Hai kamu
Yang sedang menebas ilalang
Dan mencari jalan pulang

Apa kabarmu?
Tak kulihat ujung pisaumu dari kejauhan sini
Atau terlalu dekat sehingga tak kusadari jarakmu kian rapat??

Hai jiwa yang sedang berusaha
Sulitkah perjalanan yang kau tempuh?
Tidak memerlukan kuda putih kan?
Karena aku tak bersembunyi di balik istana atau benteng penuh penjaga
Hanya kesunyiaan dalam diam dan pengharapan panjang
Bukan sesuatu yang perlu kau pendarkan seperti purnama

Hai dirimu yang sedang menuju
Bagaimana keimananmu?
Karena jujur, aku sempat menemui kesulitan menjaganya
Saat waktu yang kau butuhkan utk berwujud
Berlomba dengan waktu hidupku yg semakin menyempit
Kadang aku meragu
Lalu aku bertanya, apakah jurusmu terlalu sederhana
Untuk sekadar mengantar upacara yang selalu hadir dalam doa-doa

Hai jiwa yang kuharap segera bisa terlihat
Jangan jemu menerabas ya
Karena aku tak tahu
Mungkin hanya pepohonan ini yang menjadi pemisah kita selama ini

#Rahmadhani, 29nop 13 ... hujan mulai reda

#Ah tentunya kau pun merasa hal yang sama (aku harap)
Karena jika tidak berarti hanya aku yang terlalu mengharap :)

Kata cinta

Kata mereka
Cinta membutakan mata
Lalu aku melihatnya dimana-mana
Di sinetron yang mereka puja
Di drama yang mereka terpana
Lalu aku melihatnya pada diriku
Mungkin, benar yang mereka kata
Karena saat itu
Rasanya penglihatanku kabur
Oleh warna jingga dan merah muda

Kata mereka
Cinta itu hanya membawa nestapa
Indah awalnya, dan nestapa akhirnya
Lalu aku lihat ia terwujud pada berita-berita media
Pemukulan, hinaan dan derai airmata
Lalu ada yang mengarah padaku
Saat airmata tertumpah pada bayang yang selalu semu

Aku selalu terpana pada kata mereka
Karena wujudnya persis seperti ujarnya
Banyak kata banyak cerita
Tapi ahh.... cinta bicara dengan aneka rupa
Hingga suatu hari
Kutemui ia pada rona senja
Ujarnya....
Aku tak lain adalah sesuai prasangka kalian padaku *

Diiringi oleh deras hujan, Rahmadhani, 29nop 2013
*hadist qudsi "Allah adalah sesuai prasangka hambaNYA"

Kamis, 12 September 2013

Mengajarkan Anak Membaca, Menulis dan Mengeja

Mengajarakan Anak Membaca Menulis, dan Mengeja Diambil dari tulisan karya dr. Susan R. Johnson, FAAP dan diterjemahkan oleh Ellen Kristi (Komunitas Charlotte Mason Indonesia). Tak bisa dipungkiri, di era global yang serba kompetitif ini banyak orangtua yang rela melakukan apa saja agar anaknya lebih unggul dibanding rekan-rekan sebaya, crme de la crme. Salah satu ukuran yang populer dipakai untuk menilai kehebatan anak adalah kemampuan baca-tulis. Barangkali itu sebabnya kurikulum baca-tulis yang dulu baru diajarkan di tingkat Sekolah Dasar, sekarang sudah jadi pelajaran wajib di jenjang Taman Kanak-kanak (TK), bahkan Kelompok Bermain (KB). Tetapi, apakah betul asumsi bahwa semakin dini anak belajar baca-tulis semakin cerdas kelak ia di masa depan? Atau sebaliknya, mencekoki anak dengan pelajaran formal terlalu dini justru berbahaya? Berikut ringkasan penuturan dari pakar perkembangan dan perilaku anak, dokter Susan Johnson, yang layak dicermati para orangtua. Bagian I Sistem Proprioseptif Apakah anak Anda tidak bisa duduk tenang, selalu bergeliat-geliut di kursinya, melilitkan kakinya ke kaki bangku, mengetuk-ngetukkan jari di meja, dan sebagainya? Apakah anak Anda sering terbangun sepanjang tidur malamnya, mencari-cari kontak fisik dengan orangtua sebelum bisa lelap kembali? Jika ya, berarti kemungkinan besar sistem proprioseptifnya belum matang. Sistem proprioseptif adalah kemampuan seorang anak untuk mengetahui keberadaan tubuhnya dalam ruang. Anak dengan sistem proprioseptif yang telah berkembang bisa merasakan keberadaan anggota-anggota tubuhnya tanpa harus melihat atau menggerakkan mereka. Kematangan sistem ini bisa diuji antara lain dengan melihat apakah seorang anak bisa berdiri stabil di atas satu kaki dengan mata terpejam. Kematangan sistem proprioseptif sangat erat kaitannya dengan kemampuan untuk duduk tenang dan memusatkan perhatian. Selama tujuh tahun awal kehidupannya, otak anak masih harus memetakan lokasi otot, tendon, dan sendi-sendi di seluruh tubuh. Itu sebabnya saat disuruh duduk, ada saja bagian tubuh si anak yang bergerak-gerak supaya otak tidak kehilangan jejak keberadaannya. Sayang, di sekolah, anak yang tidak mampu duduk tenang seperti ini bisa langsung dicap sebagai penderita ADD (Attention Deficit Disorder). Kalau sistem proprioseptif belum matang, seorang anak akan kesulitan belajar membaca dan menulis. Sebab, ia belum bisa membayangkan gerakan dari bentuk-bentuk abstrak seperti huruf dan angka. Boleh saja ia telah berlatih berpuluh-puluh kali, tapi tetap saja bingung antara huruf b dan d, atau tanpa sadar menulis angka 2 atau 3 secara terbalik. Untuk mengetes, coba saja Anda gores dengan jari huruf atau angka itu di punggung anak Anda, apakah ia bisa mengenalinya? Kalau tidak bisa, berarti sistem proprioseptifnya belum berkembang baik. Sistem proprioseptif menjadi kuat melalui gerakan-gerakan jasmani, seperti menyapu, mendorong gerobak mainan, membawakan belanjaan, mengosongkan tong sampah, menyiangi rumput, atau bergelantungan di tangga lengkung taman bermain. Lewat kegiatan-kegiatan ini, koneksi antara benak dan reseptor di otot, tendon, dan sendi terbentuk. Saat lengan, kaki, telapak tangan, dan telapak kaki maju, mundur, naik, turun, ke kiri dan kanan, anak-anak akan mulai memperoleh kesadaran tentang ruang di sekeliling mereka. Dampaknya, saat nanti mereka memandang bentuk-bentuk huruf dan angka, mata mereka mampu mengikuti dan melacak garis-garis dan lengkung-lengkung itu. Memori dari gerakan-gerakan ini akan tercetak di benak mereka, lantas terbentuklah gambaran atau imaji mental atas angka-angka dan huruf-huruf ini. Sebelum mulai menulis, orientasi yang benar ini akan muncul sebagai panduan. Mereka tak lagi bingung antara huruf b dan d atau arah angka 2 dan 3. Belakangan ini, kurikulum dalam Kelompok Bermain (playgroup) dan Taman Kanak-kanak tampak semakin mendesak agar anak balita belajar baca-tulis-eja. Tetapi betulkah waktunya sudah tepat? Sudah siapkah mereka? Mari kita kaji dari aspek perkembangan otak anak. Jika anak belajar membaca pada usia 4-7 tahun, maka bagian otak yang akan dipakai adalah belahan otak kanan. Belahan ini membuat anak mengenali apa pun sebagai gambar, termasuk huruf dan angka. Saat diperkenalkan pada sebuah kata, anak akan mengingat huruf pertama dan huruf terakhir, serta panjang dan bentuknya secara umum dan tergambarlah kata itu di benaknya. Kelemahannya, kalau cara membaca dengan otak kanan itu terpatri di pola pikir anak, di kemudian hari ia akan mengalami berbagai problem belajar. Sebab, anak jadi terbiasa melihat kata sebagai gambar. Ia melihat huruf pertama, huruf terakhir, panjang dan bentuknya lantas menebak kata apa itu?. Kata BURUK bisa dibaca BUSUK atau BULUK. Jika Anda pampangkan kata ARJOLI ia akan membacanya sebagai ARLOJI tanpa sadar bahwa ia telah salah mengeja. Kata-kata seperti SIAP dan SUAP atau SURAT, SARAT, dan SIRAT akan terlihat sama saja. Membaca via otak kanan oke-oke saja untuk kata-kata pendek, tapi akan sangat melelahkan untuk kata yang panjang, apalagi kalimat. Anak-anak yang membaca dengan belahan otak kanan pasti bakal kewalahan setelah membaca beberapa alinea. Lagipula, karena sibuk membunyikan kata, mereka tak bisa menangkap makna utuh dari suatu bacaan. Tidak ada imaji mental yang timbul sementara mereka membaca buku cerita. Ini akan membatasi pemahaman menyeluruh mereka. Akibatnya, saat harus meringkas atau melaporkan isi bacaan, mereka cenderung mencontek atau menyalin teks apa adanya Karena pusat membaca di otak kanan melihat huruf dan angka sebagai gambar, cara belajar membaca terbaik untuk usia 4-7 tahun adalah menghubungkan huruf atau angka dengan gambar-gambar. Misalnya, huruf M bisa diwakilkan oleh gambar dua puncak gunung dengan lembah di tengahnya. Contoh lain termasuk menggambar seekor katak untuk huruf K, seekor badak untuk huruf B atau wafer untuk huruf W. Kita juga belajar mengenalkan bunyi huruf dengan mengaitkannya ke benda nyata, misalnya bahwa bunyi M adalah bunyi pertama dari kata Mama. Tapi cara ini tidak bisa dipakai untuk membuat anak hafal bentuk hurufnya. Dari sudut ilmu perkembangan, sangat tidak masuk akal mengharap anak hafal bagaimana menulis huruf B dengan bilang, Babi, Nak, babi! karena huruf B sama sekali tidak mirip dengan babi, atau huruf A dengan apel, dsb. Tetapi untuk belajar membaca secara formal, masih perlu dipenuhi dua faktor lain. Pertama, berkembangnya pusat baca di belahan otak kiri. Ini rata-rata terjadi usia 7-9 tahun (pada anak perempuan bisa lebih cepat, sementara pada anak lelaki bisa lebih lambat, sekitar umur 10-12 tahun). Pusat membaca di otak kiri inilah yang menyanggupkan anak-anak untuk belajar membaca secara fonetis (dari huruf ke huruf). Sekarang mereka dapat mengingat lebih akurat bagaimana mengeja kata-kata. Belahan otak kanan menyanggupkan anak membaca lewat ingatan visual, sementara belahan otak kiri dengan metode fonik (membunyikan kata dari huruf ke huruf). Membaca dengan ingatan visual sangat efisien untuk kata-kata pendek, sementara metode fonik efisien untuk kata-kata panjang. Jika kedua belahan otak itu telah berkembang dan saling terhubung, anak bisa mengakses keduanya secara bersamaan. Akibatnya, anak akan mampu membaca kata pendek maupun panjang dengan efisien. Bagaimana kita tahu belahan otak kanan dan kiri telah saling terhubung (integrasi bilateral)? Cobalah tes kemampuan mereka melakukan cross-lateral skip: apakah mereka bisa mengayunkan kaki kiri dengan tangan kanan atau kaki kanan dengan tangan kiri berbarengan tanpa berpikir atau berkonsentrasi. Sebab gerakan-gerakan tubuh bagian kanan terhubung dengan belahan otak kiri, sementara gerakan-gerakan tubuh bagian kiri terhubung dengan belahan otak kanan. Kalau anak dapat menggerakan tangan dan kaki yang berseberangan bersama-sama, berarti belahan otak kanan dan kiri sedang ngobrol atau terhubung satu sama lain. Kalau anak hanya bisa mengayunkan tangan dan kaki yang sama (homolateral skip), berarti mereka belum siap membaca, karena mereka belum bisa mengakses kedua belah otak secara simultan. Kemampuan mengakses secara simultan pusat baca di belahan otak kiri dan kanan memudahkan proses membaca anak. Sembari membaca, ia juga bisa menciptakan imaji visual dalam benaknya tentang isi bacaan sebab ia tidak terpaku pada kegiatan mengeja. Alhasil, saat diajak berdiskusi atau disuruh menceritakan kembali, mereka mampu menguatakannya dengan kata-kata mereka sendiri. Mengapa? Karena imaji itu hidup dalam otak mereka. Mereka jadi lebih mudah memahami makna di balik cerita dan buku yang mereka baca. Belajar mengeja pun akan jadi lebih mudah. Saya kuatir melihat makin banyaknya siswa kelas 4, 5, 6 SD bahkan SMP di sekolah negeri maupun swasta yang masih kesulitan mengeja atau masih membaca secara visual. Pernah saya memberi tes. Saya minta sejumlah anak membaca kalimat ini: Enam boach pergi brllibur berasma naik preahu mnemacing ikon. Ternyata banyak yang tidak sadar bahwa kalimat itu mengandung salah eja. Saat saya suruh mereka membaca kertas lain berisi kalimat yang sama namun dieja dengan benar, mereka bilang kalimat kedua ini sama saja dengan yang pertama. Paling banter mereka hanya menyadari 1-2 kata saja yang berbeda ejaan. Anak-anak ini telah didesak untuk membaca terlalu cepat, saat hanya otak kanan mereka yang sudah siap. Mereka menutupinya dengan belajar membaca segala sesuatu hanya dengan ingatan visual. Saat pusat baca di belahan otak kiri mereka akhirnya siap, mereka masih terbiasa membaca dengan otak kanan. Baru ketika kata yang mereka baca terlalu sulit, mereka memakai pusat baca otak kiri. Tetapi mereka belum bisa memakai pusat baca di otak kiri dan otak kanan bersama-sama. Banyak dari anak-anak ini masih belum memiliki integrasi bilateral dalam gerakan fisik mereka seperti juga dalam keterampilan baca mereka. Sebagian anak membaca dengan lambat dan susah payah. Sebagian anak lain punya ingatan visual begitu kuat sehingga mereka bisa membaca cepat tetapi tingkat pehamaman dan ejaan mereka payah. Kedua kelompok ini sama-sama tidak bisa membayangkan dengan mudah adegan-adegan dari teks yang mereka baca atau mengingat bagaimana cara mengeja tiap kata satu per satu. Anak-anak tingkat akhir sekolah dasar yang masih kesulitan membaca perlu diberikan terapi sesuai kasusnya. Ada banyak opsi terapi yang bisa dipilih. Oh ya, mereka juga perlu sering dilatih melakukan gerakan silang untuk menguatkan integrasi otak kiri dan otak kanan, misalnya lewat permainan tenis, berenang dengan berbagai gaya, atau mendaki gunung. Sebagai catatan, semua terapi ini jangan dijalankan dalam suasana persaingan, sebab stres mengganggu pembentukan jalur syaraf. Setelah itu, mereka harus dilatih ulang membaca fonik dengan otak kiri. Sekolah dan orangtua berperan besar dalam mendukung proses belajar anak lewat penyediaan makanan yang bergizi, buah dan sayuran segar, dengan menghindari minyak yang setengah terhidrogenisasi dan lemak trans. Tidur yang cukup yang berarti bertambahnya persentase rapid eye movement (REM) akan membantu anak mencerna pelajaran yang ia terima di hari sebelumnya. Yang tak kalah pentingnya adalah cinta kasih tanpa syarat. Anak yang merasakan cinta kasih ini akan bertumbuh kembang lebih optimal, termasuk kemampuan akademisnya. Pembatasan ketat terhadap kegiatan menonton (televisi, video, games komputer), bahkan meniadakannya sama sekali di hari-hari sekolah, akan membebaskan pikiran anak untuk berpikir. Jika tidak, tontonan elektronik itu akan membombardir otak anak dengan rentetan gambar yang menginterupsi proses berpikir. Irama yang teratur dan rutin dalam pola makan dan tidur serta kegiatan sehari-hari akan mendukung sistem syaraf yang rileks dan anak pun lebih siap belajar. Sekali lagi, anak tidak dapat belajar dengan baik, jaringan syaraf pun tak berkembang sempurna, jika anak stres. Memaksa mereka menulis, membaca, dan mengeja, atau memberi mereka tes-tes standar terlalu dini (tidak sesuai dengan tahap perkembangannya) akan menciptakan perilaku bermasalah dan problem-problem belajar, terutama pada anak laki-laki. Mereka bisa benci sekolah, juga benci belajar. Tahun pertama sekolah dasar adalah waktu untuk memperkenalkan berbagai gambar bentuk. Anak-anak belajar dan membuat huruf-huruf yang dijadikan gambar. Mereka berlatih tulis bersambung (kursif), setiap huruf ditulis berulang kali (misalnya, bentuk kursif c disambung seperti ombak lautan). Satu atau dua tahun kemudian, saat anak sudah mahir berdiri di satu kaki dengan mata tertutup, menebak huruf atau angka yang ditulis di punggungnya, lompat tali maju mundur, dan melakukan gerakan silang artinya, otak kanan dan otak kiri telah sama-sama berkembang dan saling terhubung pelajaran formal untuk membaca, mengeja, dan menulis sudah bisa dimulai. Sudah waktunya untuk menyingkirkan meja-meja dari kelompok bermain dan taman kanak-kanak. KB/TK perlu mengisi kurikulumnya dengan permainan yang melatih integrasi syaraf, keterampilan motorik halus, kemampuan motorik visual, keseimbangan, kekuatan otot, proprioseptif, selain perkembangan sosial dan emosional anak. Kegiatan seperti drama, memanjat, berlari, melompat, engklek (loncat dengan satu kaki), lompat tali, jalan keseimbangan, menyanyi, kejar-tangkap, melukis, mewarnai, bermain tepuk tangan irama, merangkai manik-manik, merajut, serta keterampilan hidup sehari-hari akan menyiapkan pikiran mereka untuk belajar. Anak-anak butuh semua gerakan yang sehat, harmonis, ritmis, dan tak kompetitif ini untuk mengembangkan otak mereka. Sebab gerakan tubuh itulah, bersama-sama dengan kecintaan mereka pada proses belajar, yang menciptakan jalur-jalur syaraf di otak mereka, agar mereka bisa membaca, menulis, mengeja, berhitung matematis, dan berpikir kreatif.. copas from rumahtumbuh.com

Selasa, 21 Mei 2013

Selepas mengakhiri 25 tahun kehidupan.... alam akan mengiringi cerita yg telah termaktub untuk kita... :)

Rabu, 13 Februari 2013

Suatu masa

Masa
Yang mengalir bersama cerita
Dahulu ia menjadi peri
Bersama-sama menjadi bahagia
Tiba-tiba datang, tiba-tiba pergi
Sekali waktu menjelma, lain waktu bercengkrama
Suatu hari ia rapat dengan bersama
Jarang sekali ia lelah dalam berirama

Masa yang dahulu Tuhan pilihkan
Seringkali ia menjadi canda dalam derap kita
Dan rasanya, ....
Hampir tak pernah ia dikenang
Dalam wujud pengembalian

Masa itu kini berganti
Dan saatnya harus berlari pergi

Senin, 24 Desember 2012

Indrayanti beach

Pantai indrayanti terletak di gunung kidul provinsi Yogyakarta. Pantainya sangat indah, dihiasi dengan batu-batu karang besar, dan ombak yang menggulung tinggi. Pantai ini sebenarnya cocok untuk para surfer yg mau coba spot baru khusus di yogya, tapi masih sedikit yg menggunakannya. Lebih banyak wisatawan lokal untuk menikmati sajian indah ciptaan Allah ini.
Sekilas lain ttg pantai jalan menujunya sangat berkelok-kelok, yg mudah mabuk perjalanan darat, hati-hati ya, krn mengikuti struktur tanah gunung. Di tengah perjalanan kita akan menikmati view kota yogya dari ketinggian gunung. Juga ada bukit-bukit bebatuan yang akan mengiringi sepanjang perjalanan. Pokoknya seru lah, dan hasilnya adalah pantai dengan pemandangan yg menakjubkan.
Tapi ada masukan juga buat pengelolanya, yaitu sampah!!!! Yah dimana-mana sepertinya PR ttg yg satu ini menjadi momik. Pun dengan pantai indrayanti. Sayangkan keindahan alamnya akhirnya bisa tertutup dengan pengelolan kawasan dan sampah yg tidak memadai? Oh ya, banyak sebenarnya yg  menjajakan souvenir seperti souvenir dr kerang2an, namun sayang belum terkoordinir dg baik jg belum ada toko yg dapat merepresentasikan keunggulan satu ini.
Intinya, coba deh pergi ke pantai ini. And dapatin pengalaman ttg pantai indah yg menakjubkan.Yup, you should try it your self! !





Sabtu, 24 November 2012

Sejarah "pacaran"

As we all know, jaman sekarang katanya kalau ga pacaran ga kweeren (apa hubungannya dg kekerenan jg belum ada riset yg jelas ;p)  nah ini ada sedikit info yg mungkin akan berguna untuk kita, baik yg setuju ama pacaran atau ga.
Jadi konon kabarnya pacaran itu berasal dari bahasa dan adat melayu. Ada yg bingung...? Atau kaget? (Sama waktu pertama kali denger juga kaget). Info ini berasal dari penulis, @salimafillah saat di training pranikah. Konon pacaran itu berasal dari budaya melayu, dari seorang pemuda kepada gadis yg disukainya. Eiittss, jangan cengengesan dulu, tapi bentuknya tidak seperti pacaran jaman sekarang, kalo ga pake pegangan tangan belum disebut pacaran. Jadi saat itu jika ada seorang pemuda menyukai seorang gadis, maka dia akan bermain seruling di bawah jendela kamar si gadis, sengaja suaranya yg menarik perhatian, tujuannya agar ayah sang gadis mendengar dan memanggilnya. Nah, kalo sudah dipanggil, kan ditanya maksudnya apa? Udah deh disebutkan maksud dan tujuannya, kalo udah jadi, maka si pemuda diminta melakukan persiapan dengan batas waktu. Nah batas waktunya adalah warna pacar yang ada di tangan gadis. Jadi sejak diminta si pemuda, kuku sang gadis diberi warna dari daun pacar, jika sampai batas waktu habisnya warna pacar pemuda belum datang2 lagi maka dianggap pemuda tersebut bermain2 saja dg anaknya. Tapi kalo beneran maka dia harus datang lagi dg semua persiapan pernikahan sebelum warna pacar di kuku gadis itu habis. Dannnn diantara jarak waktu itu si prmuda dilarang sama sekali untuk menemui sang gadis, kali bahasa kita itu dipingit, dan gadis tersebut diajarjan kehidupan berumah tangga oleh sang ibu.
Jadi kalo dipikir2 sebenarnya pacaran itu Syar'i yahhh ? Well kalau dijalankan sesuai dengan adat tadi. Beda dengan pacaran yg dilakukan pemuda2 sekarang. Jauuuuhhhhhh brayyy.. :) untuk kamu yg masih memegang pacaran sbg salah satu list your daily life, coba pikirin lagi deh, itu pacarannn atau.....? And tujuannya apa ya, pernikahan, gengsi atau....... ???? ( jawab sendiri aja ya) . so think before doing, such a great habit for us.... :)

Sabtu, 17 November 2012

Camping hari ini

Sabtu, 17 november 2012, acara tahunan bagi siswa kelas 4-5 digelar kembali. Salah satu kegiatan uang diminati sekalius dinanti oleh siswa. Tidak terkecuali camping tahun ini. Walaupin harus diawali oleh HMP (a.k.a ujian bersama tiap bulan) anak2 tetap semangat. Di sela2 kesibukan ujian mata pelajaran dari senin-kamis mereka masih menyempatkan waktu berkumpul, sekadar membuat yel2, membicarakan menu masakan yang akan dibuat sampai pentas seni yang akan ditampilkan. Subhanallah serius sekali mereka mempersiapkannya. Meski banyak benda yang harus mereka bawa :)
Hari yang ditunggu2 pun tiba, dengan sukacita mereka menikmati masa. Meski harus merayap, berkubang lumpur, meneriakkan yel2 dan ritual camping lainnya. Banyak hal yang kami harap mereka belajar dari kegiatan ini.
Diantara keramaian tersebut ada beberapa kejadian yang menggelitik untuk dicermati. Seperti sikap protektif -fan sejenisnya (mohon maaf kalau salah menemukan bahasa yang tepat). Dalam surat pemberirahuan sih udah disebutkan bahwa orangtua hanya boleh mengantar. Sudah sampai di tempat acara masih ada orangtua yg menunggu sampai beberapa menit. Sampai sini masih ok. Ketika siang hari waktu games ternyata ada beberapa yg datang, well...okay. malam saat pentas seni pun datang lagi, errrr.... walhasil saat jam tidur anak2 sulit sekali diminta untuk tidur. Bahkan beberapa diantaranya menangis karena kangen runah. Jreng...jreng...jreng... semoga pembaca ngerti maksudnya (maap, efek semalem ga tidur, nyambunginnya rada ribet, :))
Ini dia, jadi bukan berarti orangtua tidak boleh memperhatikab anaknya sih, namun dalam.masing-masing kegiatan pasti memiliki maksud tertentu pengadaannya. Salah salah satunya aadalaj melatih kemandirian anak dengan lebih, dan daya survive terhafap kehidupan, baik secara sosial maupun alam. Ketika prosea itu ternyata orangtua menampakkan kekhawatiran, dengan sering datang, maka anak akan belajar meragukan dirinya, mampu gak ya???. Lama-lama rasa kangen, ga berdaya kalau ga ada ortu makin besar. So anak makin ketergantungan. Poin utamanya memang, berikan anak pengalaman sebanyak2nya untuk mendapat pemahaman dan pengetahuan seluas-luasnya dengan juga membebaskab mental mereka dari ketidakberdayaan. Insyaallah generasi-generasi mandiri yang kita harapkab akan tumbuh sesuai dengan tuntutan jaman. Okay yanda bunda, tetap semangat yaaaaa,....... super dahsyaaattttttttt......!!!!!