Jumat, 01 Januari 2010

Jika rasio tidak dapat menjangkau segalanya

Rasio sebuah nikmat dan anugerah yang hanya diberikan Tuhan kepada makhluknya yang mulia, manusia. Tidak diberi kepada hewan, tumbuhan bahkan malaikat yang notabene selalu bersinar dengan cahayanya, tapi hanya kepada manusia yang dibekalinya pula dengan keserakahan dan nafsu yang membumbung. Namun karena tak semarang diciptakan, akhirnya manusia pun dijadikan sebagai makhlukNYA yang paling sempurna.

Nikmat itu berupa rasio, anugerah itu bernama akal sehat manusia yang berirama dengan nurani yang selalu siap untuk berbicara walau terkadang tak siap untuk selalu didengarkan bahkan dilakukan. Dan sepatutnya manusia menjadi lebih bijak dari makhluk lain dengan kelebihannya, dalam segalanya

Hanya saja aku yakin rasio tak lagi dapat diandalkan ketika dunia telah melaju sebegini cepatnya tanpa didukung sahabat sejatinya, nurani yang selalu membisikkan sebentuk pengingat diri. Ada kalanya rasio tak lagi mampu berkata-kata dan menjelaskan apa atau bagaimana, namun dengan kebijaksanaannya ia akan mengandalkan hati sebagai titisan rasa menjadi sebentuk makna dan pemahaman, bahwa dunia pun butuh sebuah nuansa akan rasa, sedih, senang, haru atau bangga.

Banyak waktu manusia hanya butuh untuk menajamkan kembali rasa yang ia punya untuk meraba bagaimana sesuatu berjalan sebagaimana mestinya. Dan aku sering menemuinya, dikala akalku sedang berkompromi dengan nurani dalam rangka mewujudkan apa yang disinyalkan egoku.

Beberapa waktu lalu, aku terpaku. Tentang bagaimana rasio dan rasaku diuji oleh sebuah pertanyaan atau Pernyataan yang kupikir cukup menggelitik. Aku tahu bahwa segala yang didunia ini selalu berlandaskan dan berjalan dengan sebuah ketetapan dan untuk memahaminya dibutuhkan ilmu. Ilmu sebagai cagak penopang dan kunci bagi pintu segala kejelasan dunia, bahkan setelah kehidupan dunia.

namun ketika ilmuNYA tak lagi dijangkau oleh rasio manusia, tah bukan berarti nurani tidak punya tempat untuk menjelaskannya. bahkan aku percaya, ALLAH sudah membekali kita dengan begitu banyak potensi yang ada untuk kita bertahan dan menjadi sebaik-baiknya hamba. jika suatu saat kita tidak lagi dapat mengandalkan rasio kita, sementara tak banyak orang lain yang dapat membantu kita, maka sebenarnya kita sudah mempunyai jawaban atas segala permasalahan kita, dan yang perlu kita lakukan hanyalah bertanya pada hati kita, nurani terkecil kita dan selalu menyyimpan kebaikan dari ALLAH meski tak jarang kita sendiri mendiamkannya.

dan yang perlu diingat adalah, ketika kita terlalu sering mendiamkan hati bahkan tak memberinya makan, ya sudah, ia bisa sakit, bahkan hati dan kita menjadi tidak lagi utuh sebagai manusia. jadi jangan salahhkan ALLAH atau orang lain ketika kita tidak bisa bertanya pada hati kita, yang sebenarnya adalah kelalaian kita dalam memberinya makan atau mengajaknya berdialog.

kalau ditanya apa makanannya,..pasti dah pada tahu semua, kalau nggak banyak kok dijelaskan dibuku2 motivasi terkini. search aja..dan yang pasti dilakoni, kan percuma kalau cuma tahu doank. ya kan..\

and after all, semuanya memang harus berjalan secara seimbang..rasio dan nurani, akal dan hati, fisik dan jiwa, karena keharmonian alam dan isinya lah yang membuat kehidupan ini lebih berseri, seperti yang sudah digariskan olehNYA, bukankah begitu??

wallahu a'lam..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar